Selalu ada cerita dibalik anggota legislatif yang terlibat praktik tindak pidana korupsi. Menurut Pengamat Politik Hanta Yuda, ada tiga motif yang melatar belakangi hal tersebut. "Yaitu motif personal, elektoral dan institusional," kata Hanta dalam Program Primetime News Metro TV, Jumat (1/4/2016).
Hanta menjelaskan, motif personal cukup sederhana seperti tabiat alami seorang manusia yang tidak pernah puas. Anggota dewan itu melakukan korupsi karena ingin memperkaya diri sendiri atau memperkaya orang lain. Kedua, motif elektoral. Kepada partai politik bakal calon itu harus membayar mahar agar mendapatkan rekomendasi pencalonan.
"Kalau kita riset saja, seorang kandidat yang akan maju, komponen mana yang paling besar? Jangan-jangan ini yang paling besar. Apalagi dia harus membayar 4 hingga 5 partai politik. Satu partai berapa? Hitungannya bukan ratusan juta rupiah lagi, tapi miliar," ungkap Hanta.
Belum lagi, sang kandidat harus memikat calon pemilih dengan menebar rupiah di daerah pemilihan atau basis pendukungnya. Politik uang ini, kata dia, biasanya dilakukan lantaran figurnya lemah di mata calon pemilih. "Dia membeli dukungan politik dan ditambah biaya politik yang disahkan KPU secara legal," tuturnya.
Hanta menambahkan, anggota dewan yang terpilih kerap terbebani dengan iuran wajib untuk partai politiknya. Sebab itu motif institusional lebih sistemik dalam suatu partai politik. "Tapi, dua "tas" yang lain. Isi tas dan popularitas. Ini yang menjadi dampak (anggota dewan harus korupsi)," tandasnya. (Sumber : newsmetrotvnews.com)