Sebanyak 534 warga Tuban mengidap penyakit gangguan jiwa. Jumlah sebanyak itu tersebar di semua kecamatan di Kabupaten Tuban. Dari jumlah itu 28 diantaranya malah dipasung, karena sering melakukan tindakan membahayakan. Pemasungan penderita sakit jiawa ini melanggar UU nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga, pmerintah diminta segera turun tangan agar keluarga yang masih waras tidak membelenggu penderita sakit jiwa.
Mereka mamasung atau mengerangkeng penderita sakit jiwa dengan alasan agar tidak membahayakan. Sebab, penderita tak jarang mengamuk saat melihat orang di sekitarnya, sehingga, keluarga terpaksa mamasung mereka agar lingkungan menjadi aman.
Seperti yang dialami Listiyanto (27), warga Dusun Banaran, Desa Sidoharjo, Kecamatan Senori misalnya. Karena warga takut jika dilepas, maka kerangkeng besi menjadi teman pemuda itu melewati hari-harinya. Lis, selama ini sudah menjadi pasien tetap Puskesmas Senori. Juga sudah tiga kali dirawat di rumah sakit jiwa (RSJ) Menur Surabaya. Dan, saat ini Lis sedang menjalani perawatan di rumah sakit yang sama untuk keempat kalinya.
Ternyata, Lis bukan satu-satunya pendwrita ganghuan jiwa yang dibatasi geraknya. Lis hidup di dalam kerangkeng, sedang ada puluhan penderita lainnya hidup dalam pasungan. Dinkes menyebut, jumlah penderita gangguan jiwa yang dipasung sebanyak 28 orang, yang tersebar di 10 kecamatan. Sementara jumlah gangguan jiwa di Tuban sebanyak 534 orang.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Tuban, Saiful Hadi, dalam kurun waktu lima tahun ini pihaknya telah mengobatkan 14 orang yang mengalami gangguan jiwa. “Setelah mereka dilepas langsung kami obatkan dengan biaya dari APBD, “ terang Saiful. Sementara itu Bupati Tuban, Fathul Huda berharap agar tidak ada lagi penderita sakit jiwa di Tuban yang dipasung. Keluarga diminta untuk melapor ke pemerintah agar mendapatkan penanganan.
Sesuai data Dinkes Tuban semua kecamatan yang ada terdata warganya terkena sakit gangguan jiwa. Kecamatan Plumpang (94 orang), Parengan dan Rengel masing-masing (86), Semanding (59), Palang (37), Senori (35), Kerek (29), Kenduruan (28), Jatirogo (21), Bancar (22), Soko (20), Montong (19), Merakurak (17), Grabagan (13), Bangilan (9), Tambakboyo (5), Tuban (2), Jenu dan Singgahan, masing-masing 1 orang.
Ditambahkan Saiful dari hasil pemeriksaan, rata-rata mereka yang mengalami gangguan jiwa mempunya riwayat dari keturunan, selain juga masalah ekonomi, cinta dan prustasi. “Kondisi ini harus menjadi perhatian semua pihak, tidak hanya pemerintah tapi juga peran dari tokoh masyarakat dan ulama untuk memberikan pencerahan sehingga mereka tidak mudah prustasi dalam menghadapi problem kehidupan,” tuturnya. (Sumber: kotatuban.com)